Jumat, 27 November 2015

BAB VIII KOPERASI (PERMODALAN KOPERASI)

BAB VIII

PERMODALAN KOPERASI


A.    ARTI MODAL BAGI KOPERASI

Menurut beberapa ahli mendefinisikan  dari koperasi,prof. R.S.soeriaatmadja telah memberikan penekananya pada “koperasi adalah kumpulan dari orang-orang .....” Maksud dari pemberian penekanan tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa koperasi itu bukanlah kumpulan dari modal (pemodal),seperti halnya pada perseroan terbatas,dimana besar kecilnya modal yang ditanam oleh peserta atau pemilik modal tersebut menentukan besar kecilnya hak suara seseorang anggota dalam kebijaksanaan dan dalam pengelolaan usaha perusahaan.
Karena itu meskipun prof. R.S. soeraatmadja memberikan definisikan kepada koperasi memberikan tekanan pada “kumpulan orang-orang”,ini tidaklah berarti bahwa modal itu tidak penting bagi koperasi atau hanya merupakan sesuatu subordinate part saja.Seperti halnya bagi perseroan terbatas ,modal bagi koperasi itu adalah darah bagi manusia.
Berapa modal yang diperlukan oleh suatu koperasi  sudah harus bisa ditentukan dalam proses pengorganisasian atau pada waktu pendirianya dengan rincianya berapa untuk modal tetap atau yang disebut juga sebagai modal jangka panjang dan beberapa modal kerja yang disebut sebagai modal jangka pendek dan masih membutuhkan beberapa dana untuk membiayai pengeluaran selama pendirianya atau dana pengorganisasian (organizational funds).
Modal jangka panjang diperlukan untuk menyediakan fasilitas fisik bagi koperasi,seperti contoh untuk pembelian tanah,gedung,mesin dan kendaraan yang dibutuhkan oleh koperasi.
Modal jangka pendek diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional koperasi,seperti contoh gaji,pembelian bahan baku,pembayaran pajak dan asuransi,biaya penelitian dll. Seperti kegiatan pemberian simpan pinjam modal kepada angota-anggota,modal kerja ini disebut juga sebagai cirulating capital.
Dana pendirian atau pengorganisasian (organization funds) digunakan untuk membiayaipengeluaran koperasi selama dalam proses pendirian atau pengorganisasian,sebelum organisasi bisa beroprasi seperti izin untuk pendirian,izin usaha,pembuatan anggaran dasar dan rencana kerja dan lain - lain.
Dilihat dari keperluan-keperluan tersebut diatas,jelaslah bahwa modal itu merupakan sarana untuk melaksanakan usaha-usaha koperasi.Di dalam neraca,modal dilihat dari sumbernya,tampak dari sisi kredit atau pasiva,sedangkan dilihat dalam bentuk kongkretnya, modal dalam neraca tanpak dalam posisi debet atau aktiva.
Modal adalah merupakan salah satu faktor produksi,tetapi hingga sekarang di antara para ahli ekonomi sendiri belum ada persamaan pendapat tentang apa yang di sebut dengan modal itu dan tampaknya dalam sejarahnya,pengertian dari modal berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu.
Koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang konsisten dengan asas-asas koperasi dengan memperhatikan perundang-undangan yang berlaku dengan ketentuan administrasi.Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh koperasi dalam kaitanya dengan permodalan ini,yaitu :
1.      Bahwa pengendalian dan pengelolaan koperasi harus tetap berada di tangan anggota dan tidak perlu dikaitkan dengan anggota dalam koperasi  (member investors) dan belaku ketentuan,satu anggota satu suara.
2.      Bahwa modal harus dimanfaatkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat bagi anggota.
3.      Bahwa kepada modal hanya diberikan balas jasa yang terbatas.Ini adalah sesuai dengan asas koperasi yaitu “Limitedreturns on equity capital”.
4.      Bahwa untuk membiayai usaha-usahanya secara efisien,koperasi pada dasarnya membutuhkan modal yang cukup.
5.      Bahwa usaha-usaha dari koperasi harus dapat membantu pembentukan modal baru. Hal itu di antaranya dapat dilakukan dengan menahan sebagian dari keuntungan (SHU) dan tidak membagi-bagikan semua kepada anggota.
6.      Bahwa kepada saham koperasi (share),yang di indonesia adalah ekuivalen dengan simpanan pokok,tidak bisa diberikan suatu premi di atas nilai nominalnya.

B.    SUMBER – SUMBER PERMODALAN

Terlepas dari pengertian atau definisi yang diterangkan diatas kita dapat memahami pengertian modal dari beberapa segi, misalnya dari segi asalnya atau sumbernya atau dari pemilikannya seperti yang dapat ditemukan dalam Undang – Undang NO.25/1992 tentang perkoperasian yang mengatakan bahwa modal koperasi itu terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
a)      Menurut Undang – Undang No.12/1967
Dalam Undang Undang NO. 12/1967 tentang pokok – pokok perkoperasian Pasal 32 ayat (1)  ditentukan bahwa modal koperasi itu terdiri dari dan dipupuk dari simpanan – simpanan, pinjaman – pinjaman, penyisihan dari hasil usahanya termasuk cadangan serta sumber – sumber lain. Kemudian dalam ayat (2) dikatakan bahwa simpanan anggota di koperasi terdiri dari :
-         Simpanan pokok
-         Simpanan wajib
-         Simpanan sukarela
Masing – masing dari jenis simpanan tersebut memiliki tanggung jawab yang berbeda – beda terhadap kerugian yang terjadi atau seandainya koperasi itu dibubarkan. Pengertian modal disini lebih dilihat dari segi wujud atau sebagai bukti (evidence). Masing – masing jenis simpanan tersebut dalam Undang – Undang No. 12/1967 diberikan definisi sebagai berikut ini :
-         Simpanan pokok adalah jumlah uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada waktu seseorang masuk menjadi anggota koperasi tersebut dan besarnya sama untuk semua anggota. Simpanan ini tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Simpanan pokok ini ikut menanggung kerugian.
-         Simpanan wajib adalah simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota untuk membayarnya kepada koperasi pada waktu – waktu tertentu, misalnya ditarik pada waktu penjualan barang – barang atau ditarik pada waktu anggota menerima kredit dari koperasi dan sebagainya. Simpanan wajib ini tidak ikut menanggung kerugian.
-         Simpanan sukarela adalah yang diadakan oleh anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian – perjanjian atau peraturan – peraturan khusus. Simpanan sukarela tersebut bisa saja diadakan misalnya dalam rangka hari raya atau simpanan sukarela tersebut disimpan untuk suatu jangka waktu tertentu yang dimana kepada kepemilikannya dapat diberikan suatu imbalan jasa.
Perubahan yang mengarah pada kemajuan ini dikimungkinkan karena sikap dan cara berpikir dari gerakan koperasi Indonesia yang dinamis disamping perkembangan perundang – undangan koperasi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan koperasi ke arah yang positif seperti Undang – Undang No. 12/1967 yang meletakkan dasar – dasar pemikiran ekonomi dan Undang – Undang No. 25/1992 tentang pengkoperasian yang telah memberikan keleluasaan bagi penggalian dan pengembangan modal koperasi.
b)      Menurut Undang – Undang No.25/1992
Undang – undang No. 25/1992 dengan tegas telah membagi modal koperasi dalam modal sendiri (equity capital) dan modal pinjaman (dept capital).
1.      Modal Sendiri (equity capital).
            Modal ekuiti adalah modal yang disediakan oleh pemilik modal, dalam hal ini anggota sebagai dasar bagi penanaman modal yang memungkinkan koperasi melakukan usaha.Modal ini merupakan modal beresiko (risk capital) karena pemilik modal tersebut merupakan pemilik dari koperasi yang bersangkutan. Pada likuidasi ini mungkin sebagian dari modal tersebut akan digunakan untuk membayar klaim pihak ketiga tergantung dari solvabilitas koperasi yang bersangkutan dan ketentuan dalam anggaran dasarnya.
Di Indonesia tercantum dalam Pasal 41 dari UU No. 25/1992 modal ekuiti itu terdiri dari:
·        Simpanan pokok, adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota.
·        Simpanan wajib, adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu.
·        Dana cadangan, adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu.
·        Hibah, adalah satu pemberian atau hadiah dari seseorang semasa hidupnya. Hibah dapat berbentuk wasiat.
Suatu ketentuan dari Bank Indonesia yang member pembatasan terhadap jumlah kredit yang boleh diberikan oleh bank kepada debitur atau grup debitur dibandingkan dengan modal ekuitinya yang dikenal dengan istilah Legal Lending Limit (3L) yang besarnya oleh bank Indonesia pada saat ini ditetapkan 20%. Sebelum dikeluarkannya UU No.25/1992, modal sendiri terdiri dari simpanan pokok, akan tetapi setelah dikeluarkannya UU No.25/1992 tersebut, simpanan wajib dimasukan dalam modal sendiri.
Selain diwujudkan dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah, modal ekuiti dapat pula bersumber pada modal penyertaan (Pasal 42) yang dikatakan bahwa : “pemupukan modal dari modal penyertaan baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperkuat usaha kegiatan koperasi terutama yang berbentuk investasi. Modal penyertaan ikut menanggung resiko”.
2.      Modal Pinjaman (dept capital).
            Pembedaan antara modal sendiri dan modal pinjaman sangat penting bagi koperasi selain sebab – sebab seperti tersebut diatas juga karena sebab lain.
Undang – undang koperasi No. 25/1992 sengaja tidak menyebut – nyebutkan adanya simpangan sukarela dalam permodalan koperasi, karena jenis simpanan sukarela sudah tersirat dalam modal pinjaman, seperti yang tertera dalam pasal 41 ayat 3, yang mengatakan bahwa modal pinjaman dapat berasal dari :
·        Anggota
·        Koperasi lainnya atau anggotanya
·        Bank dan lembaga keuangan lainnya
·        Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya
·        Sumber lain yang sah
Sumber permodalan dari anggota sulit bisa diharapkan oleh koperasi – koperasi primer, karena adanya keterbatasan kemampuan anggota – anggota perorangan.
Dalam kaitan ini dapat dipahami, mengapa IKPRI (nama baru untuk IKPN) dan beberapa induk koperasi lainnya mendirikan bank. Dengan memiliki bank sendiri, diharapkan induk – induk bisa membantu para anggotanya baik perorangan maupun koperasi jenjang bawahannya, dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh anggota baik yang akan digunakan untuk membantu menunjang kebutuhan hidup anggota – anggota perorangan.
Dilihat dari segi UU No. 25/1992 tentang perkoperasian, memberikan peluang yang cukup luas bagi koperasi untuk mengembangkan usahanya.UU No. 25/ 1992 ini selain secara ekspresif membagi permodalan koperasi dalam modal sendiri dan modal pinjaman, juga memberikan kesempatan kepada koperasi untuk menerbitkan obligasi.
Tentang kemungkinan penghimpunan modal koperasi melalui penerbitan obligasi, nampaknya sulit untuk bisa dilaksanakan oleh koperasi.Banyak peryaratan – persyaratan yang pada dewasa ini masih sulit untuk bisa dipenuhi oleh koperasi. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya adalah :
v  Bagi emitan, harus mempunyai modal telah disetor penuh, sekurang – kurangya Rp 200 juta.
v  Dalam 2 tahun buku terakhir secara berturut – turut memperoleh laba.
v  Laporan keuangan telah diperiksa oleh Akuntansi publik/Negara untuk 2 tahun terakhir secara berturut – turut dengan pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk tahun terakhir.
v  Memiliki rekomendasi dari Bank Indonesia mengenai jumlah obligasi yang dapat diterbitkan, jika perusahaan tersebut berupa bank.
Selain persyaratan tersebut, dalam proses penerbitan obligasi perlu dilibatkan beberapa unsur :
v  Pemodal, yaitu perorangan dan / atau lembaga yang akan menanamkan modalnya.
v  Perlu diterbitkan suatu prospektus yang memuat keterangan lengkap dan jujur mengenai keadaan perusahaan dan bagaimana prospeknya.
v  Underwriter, atau penjamin emisi efek, lembaga perantara emisi yang menjamin penjualan efek (obligasi).
v  Wali amanat (trustee), lembaga yang ditunjuk emitan yang diberikan kepercayaan untuk mewakili kepentingan para pemegang obligasi.
v  Penanggung (garantor), lembaga yang menanggung perlunasan kembali pinjaman pokok obligasi dan pembayaran bunganya bila Emitan cedera janji.
Dalam sejarah perkoperasian di Indonesia, rupanya baru ada 1 koperasi saja yang pernah mengeluarkan obligasi yaitu BUKOPIN yang dilakukan pada tahun 1989 yang berjumlah Rp 30 milyar, dimana IKPN termasuk salah satu pembelinya. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam kondisi seperti sekaran ini nampaknya untuk sementara sulit bagi koperasi untuk memupuk permodalannya dengan cara penjualan obligasi, tetapi tidak menutup kemungkinan dikembangkan untuk jangka panjang. Kemajuan lain yang dihasilkan oleh UU No.25/1992 dalam masalah permodalan adalah adanya ketentuan (pasal 42), yang mengatakan bahwa Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan. Adanya modal penyertaan ini merupakan tantangan koperasi, namun juga memberikan manfaat, antara lain:
·        Adanya penegasan yang diberikan secara ekspresif tentang modal sendiri dan modal asing.
·        Memberikan cakrawala permodalan yang lebih luas lagi kepada gerakan koperasi.
·        Memberikan peluang kepada koperasi untuk mengembangkan usahanya.
UU No.25/1992 dalam Pasal 42, mengatakan : Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan. Jadi dengan pernyataan tersebut berarti bahwa modal ventura, sebagai modal penyertaan, dimungkinkan atau diperbolehkan untuk ikut serta dalam pemupukan modal koperasi.
Modal ventura merupakan salah satu bentuk dari penyertaan modal dimana setelah selang waktu yang ditentukan harus ditarik kembali oleh badan pemilik modal penyertaan tersebut. Ketentuan ini adalah sebagai pengejawantahan azas bantuan dan pembinaan bagi badan usaha yang menerima modal ventura.
Dalam hubungan ini, modal ventura merupakan cara yang terbaik bagi pemupukan modal koperasi. Tidak perlu dikhawatirkan bahwa perusahaan pemilik modal ventura akan “bercokol” selamanya pada pada koperasi yang bersangkutan, karena adanya pembatasan waktu yang diberikan kepada modal ventura dan yang di Indonesia ditentukan untuk 10 tahun.
Dari penjelasan pasal 42 UU No.25/1992, saham dalam bentuk non voting preferen stock (saham preferen yang tidak diberikan hak suara) bagi modal ventura adalah yang paling tepat. Kepada pemegang saham tersebut diberikan keistimewaan – keistimewaan, berupa hak menerima dividen lebih dulu dan di dalam hal perusahaan tersebut dibubarkan, pemilik saham preferen ini mempunyai hak didahulukan menerima kembali sahamnya. Umumnya saham preferen bersifat kumulatif.
Sumber permodalan yang lain bagi koperasi adalah “Dana Penyisihan 1-5% dari Laba BUMN/BUMD”. Per 1 November 1989, Menteri Keuangan telah mengeluarkan suatu keputusan tentang “Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara”, dimana diantaranya diputuskan bahwa pembiayaan yang diperlukan untuk melaksanakan pembinaan tersebut, disediakan dari bagian laba BUMN yang besarnya antara 1-5% setiap tahun dari laba setelah pajak. Dalam Surat Keputusan tersebut diantaranya disebutkan bahwa bantuan tersebut dapat berupa “peningkatan kemampuan modal kerja, antara lain pengadaan bahan baku dalam modal usaha.

Penggunaan dana 1-5%, diarahkan kepada 4 hal, yaitu :
·        Untuk pelatihan dan pendidikan koperasi primer, bila mungkin dalam jangka panjang dalam bentuk pinjaman lunak.
·        Untuk investasi hal – hal yang bermanfaat bagi penguatan dalam modal koperasi primer.
·        Sebagai dana jaminan (guarantee fund).
·        Untuk pembelian saham Perusahaan Swasta.
Pada tanggan 27 Juni 1994 dikeluarkan SK Menteri Keuangan No.316/KHK/616/1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba BUMN, dimana dalam SK tersebut (pasal 4) diantaranya dikatakan bahwa bantuan BUMN tersebut dapat berupa:
Ø  Pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pemagangan untuk meningkatkan kemampuan kewira-usahaan, manajemen serta keterampilan teknis produksi.
Ø  Pinjaman Modal Kerja dan Investasi dengan tingkat bunga yang disesuaikan dengan kemampuan mitra binaan untuk meningkatkan produksi dan penjualan/omzet yang ditetapkan oleh Direksi BUMN.
Ø  Pemasaran dan promosi hasil produksi.
Ø  Pemberian jaminan dalam rangka memperoleh kredit perbankan dan atau transaksi dengan pihak ketiga.
Ø  Penyertaan pada perusahaan modal ventura di Daerah Tingkat I yang membantu permodalan dan pinjaman kepada usaha kecil dan koperasi. 

Distribusi Cadangan Koperasi
Menurut pasal 41 UU No.25/1992  , dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Fungsi dari cadangan adalah untuk menjaga kemungkinan – kemungkinan rugi dan untuk memperkuat kedudukan financial dari koperasi terhadap pihak luar (kreditur) dan karenanya dapat diibaratkan sebagai shockabsorbers dari kegiatan usaha koperasi. Pengurus/manajer harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya kerugian – kerugian, sebagai akibat dari turunnya harga, pergeseran konsumen, persaingan – persaingan karena munculnya barang – barang subtitusi baru dan sebagainya.
Beberapa bagian dari SHU (Sisa Hasil Usaha) akan disisihkan untuk cadangan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Pembagian SHU yang berdasarkan pada perbedaan perolehannya:
·        UU No.12/1967 menentukan 25% dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan untuk Cadangan, sedangkan 60 % SHU yang berasal bukan dari usaha anggota, disisihkan untuk Cadangan.
·        UU No.25/1992 yang merupakan Anggaran Dasar yang baru, menentukan 30% dari SHU disisihkan untuk Cadangan. Menurut Undang – Undang ini pembagian SHU tidak membedakan SHU yang diusahakan oleh anggota dan yang diusahakan oleh bukan anggota.
Ketidak-baikan dari sistem pembedaan SHU berdasarkan sumber perolehannya, adalah bahwa anggota bisa merasa dirugikan, karena tidak semua SHU yang diperoleh koperasi tersebut dapat dinikmati anggota, sedangkan dalam hal terjadi kerugian, simpanan pokok mereka ikut menanggung kerugian.
Dilihat dari fungsinya, jenis – jenis cadangan antara lain :
a.      Valuation Reserve,
            Yang termasuk dalam valuation reserve adalah cadangan untuk penyusutan (epreciation) , keusangan (obsolescence), dan pinjaman yang macet (bed debts). Depreciation dan obsolescence bagi suatu usaha merupakan suatu pengeluaran – pengeluaran tersembunyi.
b.      Capital Reserve
Dana modal cadangan (Capital Reserve Funds) dipupuk dengan cara:
1.   Menahan net margin dari usaha, baik atas dasar yang dialokasikan (allocated)  maupun yang tidak dialokasikan (unallocated).
2.   Meningkatkan jumlah operating capital koperasi atau memperbaiki ratio antar Current Assets dan Current Liability.
3.         Sebagai jaminan untuk kemungkinan – kemungkinan rugi di kemudian hari.
4.         Untuk perluasan usaha
      Dilihat dari cara pembentukannya, jenis – jenis cadangan antara lain :
a        Cadangan Kolektif (collective reserve)
      Cadangan kolektif merupakan cadangan yang tidak ditulis atas nama anggota, jadi murni dipotong sekian persen dari SHU untuk cadangan.
b        Cadangan Individual (individual reserve)
            Cadangan individual merupakan cadangan yang dapat dibagi – bagikan kepada anggota, jika koperasi kelak dibubarkan. Cadangan individual ini, dikumpulkan dan ditulis atas nama anggota. Menurut Dr. Fauquet cara ini adalah tidak sesuai dengan prinsip – prinsip koperasi.
            Tentang pelimpahan sisa kekayaan dari koperasi kepada badan lain yang azas dan tujuannya sesuai dengan koperasi, tidak ditemukan lagi dalam UU No.25/1992. Undang – undang ini hanya menyebutkan bahwa dalam pembubaran koperasi perlu dibentuk suatu Tim yang dalam UU ini disebut penyelesai (pasal 52). Penyelesai diantaranta hak, wewenang, dan kewajiban membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota (pasal 54 butir g). Pernyataan ini dapat diartikan bahwa tidak ada larangan bagi koperasi tersebut untuk melimpahkan net assetnya kepada perkumpulan koperasi lainnya atau membagi – bagikan kepada anggota – anggotanya , tergantung dari keputusan dan kebijakan dari Penyelesai.
Contoh Kasus

Kasus :
Terdapat sebuah bank yang berbadan hukum koperasi modal sendiri berjumlah Rp 10 milyar yang terdiri dari :
·        Simpanan pokok sebesar Rp 4 milyar
·        Simpanan wajib sebesar Rp 6 milyar.
            Berapa modal sendiri yang didapat dari bank sebelum dan sesudah dikeluarkannya UU No.25/1992?
Penyelesaian :
Ada suatu ketentuan dari Bank Indonesia yang memberi pembatasan terhadap jumlah kredit yang boleh diberikan oleh Bank kepada debitur atau group debitur dibandingkan dengan modal ekuitinya yang dikenal dengan istilah legal lending limit (3L) yang besarnya oleh Bank Indonesia pada saat ini ditetapkan 20%.
Ø  Sebelum dikeluarkannya UU No. 25/1992:
            Modal sendiri dari bank tersebut adalah sebesar Rp 4 milyar. Dengan adanya ketentuan dari Bank Indonesia tentang legal lending limit tersebut maka Bank Koperasi tersebut maksimum hanya boleh memberikan kredit kepada debitur atau kelompok debitur sebesar 20% (legal lending limit/3L) dari simpanan pokoknya yaitu :
Modal Sendiri sebelum UU No.25/1992 :  X Rp 4 milyar = Rp 800 juta.

Ø  Setelah dikeluarkannya UU No.25/1992:
Menurut UU No. 25/1992 simpanan wajib dimasukkan sebagai modal sendiri. Dengan dimasukkan simpanan wajib sebagai modal ekuiti ini, maka bagi suatu Bank yang berbadan hukum koperasi, ia mempunyai kebebasan yang lebih besar dalam mengembangkan usahanya baik melalui peningkatan jumlah kredit yang bisa diberikan kepada debitur maupun melalui usaha – usaha peningkatan assetnya. Secara logis jumlah kredit yang bisa diberikan kepada debitur atau grup debitur meningkat menjadi 20% (legal lending limit/3L) dari simpanan wajibnya, yaitu 
Modal Sendiri sesudah UU No.25/1992 :  X Rp 10 milyar = Rp 2 milyar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar