BAB
VIII
PERMODALAN
KOPERASI
A.
ARTI MODAL BAGI KOPERASI
Menurut beberapa ahli mendefinisikan dari koperasi,prof. R.S.soeriaatmadja telah
memberikan penekananya pada “koperasi adalah kumpulan dari orang-orang .....”
Maksud dari pemberian penekanan tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa
koperasi itu bukanlah kumpulan dari modal (pemodal),seperti halnya pada
perseroan terbatas,dimana besar kecilnya modal yang ditanam oleh peserta atau
pemilik modal tersebut menentukan besar kecilnya hak suara seseorang anggota
dalam kebijaksanaan dan dalam pengelolaan usaha perusahaan.
Karena itu meskipun prof. R.S. soeraatmadja memberikan
definisikan kepada koperasi memberikan tekanan pada “kumpulan orang-orang”,ini
tidaklah berarti bahwa modal itu tidak penting bagi koperasi atau hanya
merupakan sesuatu subordinate part saja.Seperti halnya bagi perseroan
terbatas ,modal bagi koperasi itu adalah darah bagi manusia.
Berapa modal yang diperlukan oleh suatu koperasi sudah harus bisa ditentukan dalam proses pengorganisasian
atau pada waktu pendirianya dengan rincianya berapa untuk modal tetap atau yang
disebut juga sebagai modal jangka panjang dan beberapa modal kerja yang disebut
sebagai modal jangka pendek dan masih membutuhkan beberapa dana untuk membiayai
pengeluaran selama pendirianya atau dana pengorganisasian (organizational
funds).
Modal jangka panjang diperlukan untuk menyediakan fasilitas
fisik bagi koperasi,seperti contoh untuk pembelian tanah,gedung,mesin dan
kendaraan yang dibutuhkan oleh koperasi.
Modal jangka pendek diperlukan untuk membiayai kegiatan
operasional koperasi,seperti contoh gaji,pembelian bahan baku,pembayaran pajak
dan asuransi,biaya penelitian dll. Seperti kegiatan pemberian simpan pinjam
modal kepada angota-anggota,modal kerja ini disebut juga sebagai cirulating
capital.
Dana pendirian atau pengorganisasian (organization
funds) digunakan untuk membiayaipengeluaran koperasi selama dalam proses
pendirian atau pengorganisasian,sebelum organisasi bisa beroprasi seperti izin
untuk pendirian,izin usaha,pembuatan anggaran dasar dan rencana kerja dan
lain - lain.
Dilihat dari keperluan-keperluan tersebut diatas,jelaslah
bahwa modal itu merupakan sarana untuk melaksanakan usaha-usaha koperasi.Di
dalam neraca,modal dilihat dari sumbernya,tampak dari sisi kredit atau
pasiva,sedangkan dilihat dalam bentuk kongkretnya, modal dalam neraca tanpak
dalam posisi debet atau aktiva.
Modal adalah merupakan salah satu faktor produksi,tetapi
hingga sekarang di antara para ahli ekonomi sendiri belum ada persamaan
pendapat tentang apa yang di sebut dengan modal itu dan tampaknya dalam
sejarahnya,pengertian dari modal berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu.
Koperasi harus mempunyai rencana pembelanjaan yang
konsisten dengan asas-asas koperasi dengan memperhatikan perundang-undangan
yang berlaku dengan ketentuan administrasi.Ada beberapa prinsip-prinsip
yang harus dipatuhi oleh koperasi dalam kaitanya dengan permodalan ini,yaitu :
1. Bahwa pengendalian dan pengelolaan
koperasi harus tetap berada di tangan anggota dan tidak perlu dikaitkan dengan
anggota dalam koperasi (member
investors) dan belaku ketentuan,satu anggota satu suara.
2. Bahwa modal harus dimanfaatkan untuk
usaha-usaha yang bermanfaat bagi anggota.
3. Bahwa kepada modal hanya diberikan
balas jasa yang terbatas.Ini adalah sesuai dengan asas koperasi yaitu “Limitedreturns
on equity capital”.
4. Bahwa untuk membiayai usaha-usahanya
secara efisien,koperasi pada dasarnya membutuhkan modal yang cukup.
5. Bahwa usaha-usaha dari koperasi harus
dapat membantu pembentukan modal baru. Hal itu di antaranya dapat dilakukan
dengan menahan sebagian dari keuntungan (SHU) dan tidak membagi-bagikan semua
kepada anggota.
6. Bahwa kepada saham koperasi (share),yang
di indonesia adalah ekuivalen dengan simpanan pokok,tidak bisa diberikan suatu
premi di atas nilai nominalnya.
B.
SUMBER – SUMBER PERMODALAN
Terlepas
dari pengertian atau definisi yang diterangkan diatas kita dapat memahami
pengertian modal dari beberapa segi, misalnya dari segi asalnya atau sumbernya
atau dari pemilikannya seperti yang dapat ditemukan dalam Undang – Undang
NO.25/1992 tentang perkoperasian yang mengatakan bahwa modal koperasi itu
terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
a) Menurut Undang – Undang No.12/1967
Dalam Undang Undang
NO. 12/1967 tentang pokok – pokok perkoperasian Pasal 32 ayat (1) ditentukan bahwa modal koperasi itu terdiri
dari dan dipupuk dari simpanan – simpanan, pinjaman – pinjaman, penyisihan dari
hasil usahanya termasuk cadangan serta sumber – sumber lain. Kemudian dalam
ayat (2) dikatakan bahwa simpanan anggota di koperasi terdiri dari :
-
Simpanan
pokok
-
Simpanan
wajib
-
Simpanan
sukarela
Masing
– masing dari jenis simpanan tersebut memiliki tanggung jawab yang berbeda –
beda terhadap kerugian yang terjadi atau seandainya koperasi itu dibubarkan.
Pengertian modal disini lebih dilihat dari segi wujud atau sebagai bukti
(evidence). Masing – masing jenis simpanan tersebut dalam Undang – Undang No.
12/1967 diberikan definisi sebagai berikut ini :
-
Simpanan pokok adalah jumlah
uang yang diwajibkan kepada anggota untuk diserahkan kepada koperasi pada waktu
seseorang masuk menjadi anggota koperasi tersebut dan besarnya sama untuk semua
anggota. Simpanan ini tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan
masih menjadi anggota. Simpanan pokok ini ikut menanggung kerugian.
-
Simpanan wajib adalah
simpanan tertentu yang diwajibkan kepada anggota untuk membayarnya kepada
koperasi pada waktu – waktu tertentu, misalnya ditarik pada waktu penjualan
barang – barang atau ditarik pada waktu anggota menerima kredit dari koperasi
dan sebagainya. Simpanan wajib ini tidak ikut menanggung kerugian.
-
Simpanan sukarela adalah yang
diadakan oleh anggota atas dasar sukarela atau berdasarkan perjanjian –
perjanjian atau peraturan – peraturan khusus. Simpanan sukarela tersebut bisa
saja diadakan misalnya dalam rangka hari raya atau simpanan sukarela tersebut
disimpan untuk suatu jangka waktu tertentu yang dimana kepada kepemilikannya
dapat diberikan suatu imbalan jasa.
Perubahan
yang mengarah pada kemajuan ini dikimungkinkan karena sikap dan cara berpikir
dari gerakan koperasi Indonesia yang dinamis disamping perkembangan perundang –
undangan koperasi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan koperasi ke arah
yang positif seperti Undang – Undang No. 12/1967 yang meletakkan dasar – dasar
pemikiran ekonomi dan Undang – Undang No. 25/1992 tentang pengkoperasian yang
telah memberikan keleluasaan bagi penggalian dan pengembangan modal koperasi.
b) Menurut Undang – Undang No.25/1992
Undang – undang No.
25/1992 dengan tegas telah membagi modal koperasi dalam modal sendiri (equity
capital) dan modal pinjaman (dept capital).
1. Modal Sendiri (equity capital).
Modal ekuiti adalah modal yang
disediakan oleh pemilik modal, dalam hal ini anggota sebagai dasar bagi
penanaman modal yang memungkinkan koperasi melakukan usaha.Modal ini merupakan
modal beresiko (risk capital) karena pemilik modal tersebut merupakan pemilik
dari koperasi yang bersangkutan. Pada likuidasi ini mungkin sebagian dari modal
tersebut akan digunakan untuk membayar klaim pihak ketiga tergantung dari
solvabilitas koperasi yang bersangkutan dan ketentuan dalam anggaran dasarnya.
Di Indonesia tercantum dalam Pasal 41
dari UU No. 25/1992 modal ekuiti itu terdiri dari:
·
Simpanan
pokok, adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh
anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota.
·
Simpanan
wajib, adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib
dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu.
·
Dana
cadangan, adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib
dibayar oleh anggota koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu.
·
Hibah,
adalah satu pemberian atau hadiah dari seseorang semasa hidupnya. Hibah dapat
berbentuk wasiat.
Suatu
ketentuan dari Bank Indonesia yang member pembatasan terhadap jumlah kredit
yang boleh diberikan oleh bank kepada debitur atau grup debitur dibandingkan
dengan modal ekuitinya yang dikenal dengan istilah Legal Lending Limit (3L) yang besarnya oleh bank Indonesia pada
saat ini ditetapkan 20%. Sebelum dikeluarkannya UU No.25/1992, modal sendiri
terdiri dari simpanan pokok, akan tetapi setelah dikeluarkannya UU No.25/1992
tersebut, simpanan wajib dimasukan dalam modal sendiri.
Selain
diwujudkan dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan
hibah, modal ekuiti dapat pula bersumber pada modal penyertaan (Pasal 42) yang
dikatakan bahwa : “pemupukan modal dari modal penyertaan baik yang bersumber
dari pemerintah maupun dari masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperkuat
usaha kegiatan koperasi terutama yang berbentuk investasi. Modal penyertaan
ikut menanggung resiko”.
2. Modal Pinjaman (dept capital).
Pembedaan antara modal sendiri dan
modal pinjaman sangat penting bagi koperasi selain sebab – sebab seperti
tersebut diatas juga karena sebab lain.
Undang – undang
koperasi No. 25/1992 sengaja tidak menyebut – nyebutkan adanya simpangan
sukarela dalam permodalan koperasi, karena jenis simpanan sukarela sudah
tersirat dalam modal pinjaman, seperti yang tertera dalam pasal 41 ayat 3, yang
mengatakan bahwa modal pinjaman dapat berasal dari :
·
Anggota
·
Koperasi
lainnya atau anggotanya
·
Bank
dan lembaga keuangan lainnya
·
Penerbitan
obligasi dan surat hutang lainnya
·
Sumber
lain yang sah
Sumber
permodalan dari anggota sulit bisa diharapkan oleh koperasi – koperasi primer,
karena adanya keterbatasan kemampuan anggota – anggota perorangan.
Dalam
kaitan ini dapat dipahami, mengapa IKPRI (nama baru untuk IKPN) dan beberapa
induk koperasi lainnya mendirikan bank. Dengan memiliki bank sendiri,
diharapkan induk – induk bisa membantu para anggotanya baik perorangan maupun
koperasi jenjang bawahannya, dengan menyediakan dana yang diperlukan oleh
anggota baik yang akan digunakan untuk membantu menunjang kebutuhan hidup
anggota – anggota perorangan.
Dilihat dari segi UU No. 25/1992 tentang perkoperasian,
memberikan peluang yang cukup luas bagi koperasi untuk mengembangkan
usahanya.UU No. 25/ 1992 ini selain secara ekspresif membagi permodalan
koperasi dalam modal sendiri dan modal pinjaman, juga memberikan kesempatan
kepada koperasi untuk menerbitkan obligasi.
Tentang
kemungkinan penghimpunan modal koperasi melalui penerbitan obligasi, nampaknya
sulit untuk bisa dilaksanakan oleh koperasi.Banyak peryaratan – persyaratan
yang pada dewasa ini masih sulit untuk bisa dipenuhi oleh koperasi. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya adalah :
v Bagi emitan, harus mempunyai modal
telah disetor penuh, sekurang – kurangya Rp 200 juta.
v Dalam 2 tahun buku terakhir secara
berturut – turut memperoleh laba.
v Laporan keuangan telah diperiksa oleh
Akuntansi publik/Negara untuk 2 tahun terakhir secara berturut – turut dengan
pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk tahun terakhir.
v Memiliki rekomendasi dari Bank
Indonesia mengenai jumlah obligasi yang dapat diterbitkan, jika perusahaan
tersebut berupa bank.
Selain
persyaratan tersebut, dalam proses penerbitan obligasi perlu dilibatkan
beberapa unsur :
v Pemodal, yaitu perorangan dan / atau
lembaga yang akan menanamkan modalnya.
v Perlu diterbitkan suatu prospektus yang
memuat keterangan lengkap dan jujur mengenai keadaan perusahaan dan bagaimana
prospeknya.
v Underwriter, atau penjamin emisi efek,
lembaga perantara emisi yang menjamin penjualan efek (obligasi).
v Wali amanat (trustee), lembaga yang
ditunjuk emitan yang diberikan kepercayaan untuk mewakili kepentingan para
pemegang obligasi.
v Penanggung (garantor), lembaga yang
menanggung perlunasan kembali pinjaman pokok obligasi dan pembayaran bunganya
bila Emitan cedera janji.
Dalam sejarah perkoperasian di Indonesia, rupanya baru
ada 1 koperasi saja yang pernah mengeluarkan obligasi yaitu BUKOPIN yang
dilakukan pada tahun 1989 yang berjumlah Rp 30 milyar, dimana IKPN termasuk
salah satu pembelinya. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam kondisi seperti
sekaran ini nampaknya untuk sementara sulit bagi koperasi untuk memupuk
permodalannya dengan cara penjualan obligasi, tetapi tidak menutup kemungkinan
dikembangkan untuk jangka panjang. Kemajuan lain yang
dihasilkan oleh UU No.25/1992 dalam masalah permodalan adalah adanya ketentuan (pasal
42), yang mengatakan bahwa Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang
berasal dari modal penyertaan. Adanya modal penyertaan ini merupakan tantangan
koperasi, namun juga memberikan manfaat, antara lain:
·
Adanya
penegasan yang diberikan secara ekspresif tentang modal sendiri dan modal
asing.
·
Memberikan
cakrawala permodalan yang lebih luas lagi kepada gerakan koperasi.
·
Memberikan
peluang kepada koperasi untuk mengembangkan usahanya.
UU
No.25/1992 dalam Pasal 42, mengatakan : Koperasi dapat pula melakukan pemupukan
modal yang berasal dari modal penyertaan. Jadi dengan pernyataan tersebut
berarti bahwa modal ventura, sebagai modal penyertaan, dimungkinkan atau
diperbolehkan untuk ikut serta dalam pemupukan modal koperasi.
Modal
ventura merupakan salah satu bentuk dari penyertaan modal dimana setelah selang
waktu yang ditentukan harus ditarik kembali oleh badan pemilik modal penyertaan
tersebut. Ketentuan ini adalah sebagai pengejawantahan azas bantuan dan
pembinaan bagi badan usaha yang menerima modal ventura.
Dalam
hubungan ini, modal ventura merupakan cara yang terbaik bagi pemupukan modal
koperasi. Tidak perlu dikhawatirkan bahwa perusahaan pemilik modal ventura akan
“bercokol” selamanya pada pada koperasi yang bersangkutan, karena adanya pembatasan
waktu yang diberikan kepada modal ventura dan yang di Indonesia ditentukan
untuk 10 tahun.
Dari
penjelasan pasal 42 UU No.25/1992, saham dalam bentuk non voting preferen stock
(saham preferen yang tidak diberikan hak suara) bagi modal ventura adalah yang
paling tepat. Kepada pemegang saham tersebut diberikan keistimewaan –
keistimewaan, berupa hak menerima dividen lebih dulu dan di dalam hal
perusahaan tersebut dibubarkan, pemilik saham preferen ini mempunyai hak
didahulukan menerima kembali sahamnya. Umumnya saham preferen bersifat
kumulatif.
Sumber
permodalan yang lain bagi koperasi adalah “Dana Penyisihan 1-5% dari Laba
BUMN/BUMD”. Per 1 November 1989, Menteri Keuangan telah mengeluarkan suatu
keputusan tentang “Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi
melalui Badan Usaha Milik Negara”, dimana diantaranya diputuskan bahwa
pembiayaan yang diperlukan untuk melaksanakan pembinaan tersebut, disediakan
dari bagian laba BUMN yang besarnya antara 1-5% setiap tahun dari laba setelah
pajak. Dalam Surat Keputusan tersebut diantaranya disebutkan bahwa bantuan
tersebut dapat berupa “peningkatan kemampuan modal kerja, antara lain pengadaan
bahan baku dalam modal usaha.
Penggunaan
dana 1-5%, diarahkan kepada 4 hal, yaitu :
·
Untuk
pelatihan dan pendidikan koperasi primer, bila mungkin dalam jangka panjang
dalam bentuk pinjaman lunak.
·
Untuk
investasi hal – hal yang bermanfaat bagi penguatan dalam modal koperasi primer.
·
Sebagai
dana jaminan (guarantee fund).
·
Untuk
pembelian saham Perusahaan Swasta.
Pada
tanggan 27 Juni 1994 dikeluarkan SK Menteri Keuangan No.316/KHK/616/1994
tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana
dari Bagian Laba BUMN, dimana dalam SK tersebut (pasal 4) diantaranya dikatakan
bahwa bantuan BUMN tersebut dapat berupa:
Ø Pendidikan, pelatihan, penelitian, dan
pemagangan untuk meningkatkan kemampuan kewira-usahaan, manajemen serta
keterampilan teknis produksi.
Ø Pinjaman Modal Kerja dan Investasi
dengan tingkat bunga yang disesuaikan dengan kemampuan mitra binaan untuk
meningkatkan produksi dan penjualan/omzet yang ditetapkan oleh Direksi BUMN.
Ø Pemasaran dan promosi hasil produksi.
Ø Pemberian jaminan dalam rangka
memperoleh kredit perbankan dan atau transaksi dengan pihak ketiga.
Ø Penyertaan pada perusahaan modal ventura
di Daerah Tingkat I yang membantu permodalan dan pinjaman kepada usaha kecil
dan koperasi.
Distribusi
Cadangan Koperasi
Menurut pasal 41 UU No.25/1992 , dana cadangan adalah sejumlah uang yang
diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan untuk memupuk modal
sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
Fungsi dari cadangan adalah untuk menjaga kemungkinan –
kemungkinan rugi dan untuk memperkuat kedudukan financial dari koperasi
terhadap pihak luar (kreditur) dan karenanya dapat diibaratkan sebagai shockabsorbers dari kegiatan usaha
koperasi. Pengurus/manajer harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya
kerugian – kerugian, sebagai akibat dari turunnya harga, pergeseran konsumen,
persaingan – persaingan karena munculnya barang – barang subtitusi baru dan
sebagainya.
Beberapa
bagian dari SHU (Sisa Hasil Usaha) akan disisihkan untuk cadangan yang
ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Pembagian SHU yang berdasarkan pada
perbedaan perolehannya:
·
UU
No.12/1967 menentukan 25% dari SHU yang diperoleh dari usaha anggota disisihkan
untuk Cadangan, sedangkan 60 % SHU yang berasal bukan dari usaha anggota,
disisihkan untuk Cadangan.
·
UU
No.25/1992 yang merupakan Anggaran Dasar yang baru, menentukan 30% dari SHU
disisihkan untuk Cadangan. Menurut Undang – Undang ini pembagian SHU tidak
membedakan SHU yang diusahakan oleh anggota dan yang diusahakan oleh bukan
anggota.
Ketidak-baikan dari sistem pembedaan SHU berdasarkan
sumber perolehannya, adalah bahwa anggota bisa merasa dirugikan, karena tidak
semua SHU yang diperoleh koperasi tersebut dapat dinikmati anggota, sedangkan
dalam hal terjadi kerugian, simpanan pokok mereka ikut menanggung kerugian.
Dilihat
dari fungsinya, jenis – jenis cadangan antara lain :
a. Valuation Reserve,
Yang termasuk dalam valuation reserve
adalah cadangan untuk penyusutan (epreciation)
, keusangan (obsolescence), dan
pinjaman yang macet (bed debts).
Depreciation dan obsolescence bagi suatu usaha merupakan suatu pengeluaran –
pengeluaran tersembunyi.
b. Capital Reserve
Dana modal cadangan (Capital Reserve Funds) dipupuk dengan
cara:
1. Menahan net margin dari usaha, baik atas
dasar yang dialokasikan (allocated) maupun yang tidak dialokasikan (unallocated).
2. Meningkatkan jumlah operating capital
koperasi atau memperbaiki ratio antar Current
Assets dan Current Liability.
3. Sebagai
jaminan untuk kemungkinan – kemungkinan rugi di kemudian hari.
4. Untuk
perluasan usaha
Dilihat dari cara
pembentukannya, jenis – jenis cadangan antara lain :
a
Cadangan
Kolektif (collective reserve)
Cadangan
kolektif merupakan cadangan yang tidak ditulis atas nama anggota, jadi murni
dipotong sekian persen dari SHU untuk cadangan.
b
Cadangan
Individual (individual reserve)
Cadangan
individual merupakan cadangan yang dapat dibagi – bagikan kepada anggota, jika
koperasi kelak dibubarkan. Cadangan individual ini, dikumpulkan dan ditulis
atas nama anggota. Menurut Dr. Fauquet cara ini adalah tidak sesuai dengan
prinsip – prinsip koperasi.
Tentang
pelimpahan sisa kekayaan dari koperasi kepada badan lain yang azas dan
tujuannya sesuai dengan koperasi, tidak ditemukan lagi dalam UU No.25/1992.
Undang – undang ini hanya menyebutkan bahwa dalam pembubaran koperasi perlu
dibentuk suatu Tim yang dalam UU ini disebut penyelesai (pasal 52). Penyelesai
diantaranta hak, wewenang, dan kewajiban membagikan sisa hasil penyelesaian
kepada anggota (pasal 54 butir g). Pernyataan ini dapat diartikan bahwa tidak
ada larangan bagi koperasi tersebut untuk melimpahkan net assetnya kepada
perkumpulan koperasi lainnya atau membagi – bagikan kepada anggota – anggotanya
, tergantung dari keputusan dan kebijakan dari Penyelesai.
Contoh Kasus
Kasus :
Terdapat
sebuah bank yang berbadan hukum koperasi modal sendiri berjumlah Rp 10 milyar
yang terdiri dari :
·
Simpanan
pokok sebesar Rp 4 milyar
·
Simpanan
wajib sebesar Rp 6 milyar.
Berapa modal sendiri yang didapat dari bank
sebelum dan sesudah dikeluarkannya UU No.25/1992?
Penyelesaian :
Ada
suatu ketentuan dari Bank Indonesia yang memberi pembatasan terhadap jumlah
kredit yang boleh diberikan oleh Bank kepada debitur atau group debitur
dibandingkan dengan modal ekuitinya yang dikenal dengan istilah legal lending limit (3L) yang besarnya
oleh Bank Indonesia pada saat ini ditetapkan 20%.
Ø Sebelum
dikeluarkannya UU No. 25/1992:
Modal sendiri dari bank tersebut
adalah sebesar Rp 4 milyar. Dengan adanya ketentuan dari Bank Indonesia tentang
legal lending limit tersebut maka
Bank Koperasi tersebut maksimum hanya boleh memberikan kredit kepada debitur
atau kelompok debitur sebesar 20% (legal lending limit/3L) dari simpanan pokoknya yaitu :
Modal Sendiri sebelum UU
No.25/1992 : X Rp 4 milyar = Rp 800 juta.
Ø Setelah
dikeluarkannya UU No.25/1992:
Menurut UU No. 25/1992
simpanan wajib dimasukkan sebagai modal sendiri. Dengan dimasukkan simpanan
wajib sebagai modal ekuiti ini, maka bagi suatu Bank yang berbadan hukum
koperasi, ia mempunyai kebebasan yang lebih besar dalam mengembangkan usahanya
baik melalui peningkatan jumlah kredit yang bisa diberikan kepada debitur
maupun melalui usaha – usaha peningkatan assetnya. Secara logis jumlah kredit
yang bisa diberikan kepada debitur atau grup debitur meningkat menjadi 20%
(legal lending limit/3L) dari simpanan
wajibnya, yaitu
Modal Sendiri sesudah UU
No.25/1992 : X Rp 10 milyar = Rp 2 milyar.