Jumat, 15 April 2016

HUKUM PERIKATAN INDONESIA

PENDAHULUAN
Negara Indonesia mempunyai siste pengaturan  hukum perikatan dalam Buku III Kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata) menganut system terbuka, yang didalamnya setiap orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apa pun sesuai dengan kehendaknya, artinya dapat menyipang dari apa yang telah ditetapkan dalam Buku III Kitab KUH Perdata baik mengenai bentuk maupun isi perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Dengan demikian apa yang diatur dalam Buku III Kitab KUH Perdata merupakan hukum pelengkap (annvullendrecht),yang berlaku bagi para pihak yang mengadakan perjanjian sepanjang mereka tidak mengesampingkan syarat-syarat dan isi perjanjian.

ISI
v  Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi dianatara dua orang atau lebih, yaitu pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain wajib memenuhi prestasi, begitu sebaliknya. Dalam bahasa belanda perkatan disebut juga Vebintenissenrecht, namun beberapa ahli meberikan istilah Hukum Perikatan. Sebagai contoh ahli adalah
Ø  Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-asas Hukum Perjanjian
Ø  R.Subekti tidak memakai istilah hukum perikatan, tetapi menggunakan istilah perikatab sesuai dengan judul bukunya yatu Pokok-pokok Hukum Perdata
v  Dasar Hukum Perikatan
Berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah :
1.      Perikatan yang timbul akibat dari persetujuan (perjanjian).
2.      Perikatan yang timbul dari undang-undang.
Perikatan ini dibagi menjadi dua, yaitu karena undang-undang semata dan dari undang-undang akibat dari perbuatan manusia.
3. Perikatan terjadi bukan karena perjanjian ytetapi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.
v  Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
 1.      Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
 2.      Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
 3.      Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.  
v  Azas-azas hukum perikatan
1. AZAS KONSENSUALISME Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt. Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat sarat : (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (3) suatu hal tertentu (4) suatu sebab yang halal. Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak azas-azas hukum perikatan.
 2. AZAS PACTA SUNT SERVANDA Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt: ·         Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang….”. Para pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu merupakan kehendak bebas para pihak azas-azas hukum perikatan.
 3. AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK Pasal 1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya” Ketentuan tersebut memberikan kebebasan parapihak untuk : ·         Membuat atau tidak membuat perjanjian; ·         Mengadakan perjanjian dengan siapapun; ·         Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
AZAS-AZAS HUKUM PERIKATAN Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan nasional, yaitu :
 1.      Azas kepercayaan;
 2.      Azas persamaan hukum;
 3.      Azas keseimbangan;
 4.      Azas kepastian hukum;
 5.      Azas moral;
 6.     Azas kepatutan;
 7.     Azas kebiasaan;
 8.     Azas perlindungan:
v  Hapusnya Hukum Perikatan
Perikatan itu dapat dihapuskan jika emenuhi criteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 cara penghapusan sesuatu perikatan, sebagi berikut :
a)       Pembayaran merupakan setiap pemenuhan janji secara sukarela.
b)      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penimpanan atau penitipan.
c)       Pembaharuan hutang.
d)      Perjumpaan hutang atau kompensasi.
e)       Percampuran hutang.
f)        Pembebasan hutang.
g)       Musnahnya barang yang terhutang.
h)      Batal/pembatan.
i)        Belakunya suatu syarat batal.
j)        Sudah lewat waktunya.

REFERENSI
·         Wirjono Prodjodikoro, SH, Dr, Prof, Azas-azas Hukum Perdata, Sumur Bandung, cetakan ke 12, 1992.
·         Elsi Kartika Sari, SH., M.H. dan Advendi Simangunsong, SH., M.M, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta, 2007.
·         https://www.linkedin.com/pulse/tentang-hukum-perikatan-perjanjian-yuoky-surinda








  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar